Example floating
Example floating
Daerah

Rozikin Imbau Pengemudi Ojol Urungkan Aksi 20 Mei: Jangan Korbankan Penghasilan dan Keselamatan Demi Agenda Politik Elit

34
×

Rozikin Imbau Pengemudi Ojol Urungkan Aksi 20 Mei: Jangan Korbankan Penghasilan dan Keselamatan Demi Agenda Politik Elit

Share this article
Imam Rozikin, Pengurus Pusat APTIKNAS (Ft: Ist)

JAKARTA, Kepritoday.id – Imam Rozikin, Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) sekaligus dosen kebijakan publik, mengimbau para pengemudi ojek online agar membatalkan rencana ikut serta dalam aksi pembekuan pada Selasa, 20 Mei 2025. Rozikin menekankan bahwa dalam konteks sosial ekonomi saat ini, langkah turun ke jalan lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat strategi bagi pengemudi Ojol itu sendiri maupun masyarakat luas.

“Kondisi pasca pandemi dan tekanan ekonomi global, setiap hari kerja sangat berarti. Tanggal 20 Mei jatuh pada hari Selasa, ketika mobilitas warga tinggi, dan permintaan terhadap jasa transportasi biasanya melonjak. Dalam momentum ini pengemudi bisa meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan,” ujar Imam saat menyampaikan keterangan pers kepada awak media di Jakarta, Minggu (18/5/2025).

Menurut Imam, keterlibatan pengemudi Ojol dalam aksi massal berisiko memicu berbagai kerugian secara langsung. “Mulai dari kehilangan potensi penghasilan harian, rusaknya kendaraan, hingga sanksi dari perusahaan aplikasi,” ujarnya.

Selain itu, ditambahkan pula, keterlibatan dalam aksi yang (berpotensi) berujung anarkis juga dapat menciptakan rekam jejak digital negatif yang dapat mempengaruhi status kemitraan pengemudi di masa depan.

“Pengemudi harus mulai memikirkan strategi sebagai pekerja mandiri. Dalam platform sistem algoritmik, kinerja harian sangat menentukan. Aksi turun ke jalan bisa berarti kehilangan bonus, insentif, dan bahkan suspensi akun. Ini kerugian jangka pendek yang konkret,” jelasnya.

Lebih jauh, Imam menyoroti bahwa dalam lanskap politik nasional, intensifikasi kerap menjadi sarana mobilisasi massa oleh segelintir elit untuk membangun citra, bukan untuk menyelesaikan persoalan substansial. Ia mengajak pengemudi untuk lebih berhati-hati dalam membaca arah gerakan.

“Banyak yang tidak sadar bahwa isu-isu yang diangkat sering kali dimaksudkan untuk menggiring opini atau mendongkrak elektabilitas. Tapi ketika kericuhan terjadi atau ada yang terjadi di lapangan, para elit ini tidak ada di sana, yang jadi korban justru korban teman-teman pengemudi sendiri,” katanya.

Dampak luas dari pemaparan ini, lanjut Imam, tidak hanya dirasakan oleh pengemudi, tetapi juga masyarakat umum. Macet parah di pusat kota, terganggunya akses transportasi, hingga hambatan terhadap layanan darurat bisa terjadi. Ia menyebut, dalam sistem kota besar seperti Jakarta, satu titik dapat memberdayakan lima mobilitas.

“Masyarakat juga punya hak untuk tidak mengganggu. Kalau semua pihak menggunakan pendekatan luar negeri, maka yang terjadi bukan lagi kebebasan berargumen, melainkan kompetisi mengganggu publik,” tegas Imam.

Sebagai alternatif, ia menganjurkan agar perusahaan aplikasi memberikan bonus khusus dan skema perlindungan pendapatan bagi pengemudi pada tanggal 20 Mei, sebagai insentif untuk tetap bekerja. Pemerintah daerah dan pusat juga didorong untuk membuka forum konsultasi publik, tidak hanya pada saat krisis, tetapi sebagai saluran aspirasi rutin yang partisipatif.

“Kalau kita ingin membangun keadilan digital dan ekosistem kerja yang sehat, maka cara menyampaikan pendapat juga harus evolutif. Demonstrasi bukan satu-satunya alat demokrasi. Justru dengan memperkuat ruang dialog, pengemudi akan punya posisi tawar yang lebih kuat,” tutupnya. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *